SEJARAH KELAM HARI VALENTINE ( 14 FEBRUARI )
SEJARAH KELAM
HARI VALENTINE
( 14 FEBRUARI
)
Hari Valentine atau Valentine’s
Day dirayakan setiap tanggal 14 Februari. Banyak orang yang memaknainya sebagai
perayaan kasih sayang. Banyak orang yang mewakili rasa cintanya dengan
memberikan coklat, bunga, dan lain-lain kepada orang yang di cintainya.
Apapun pendapat seseorang tentang
Valentine, ada sejarah yang melatarbelakangi hari itu. Dari asal usul namanya,
Gereja Katolik mengakui ada 3 santo atau orang suci bernama Valentine atau
Valentinus.“dan ketiganya adalah martir”. Ketiga pria dari masa 200-an Masehi
tersebut tewas secara mengenaskan.
Salah satu kisah menyebut,
alkisah Kaisar Romawi Claudius II melarang para tentara muda menikah, agar
mereka tak ‘melempem’ di medan tempur. Namun “Uskup Valentine melanggar
perintah itu dan menikahkan salah satu pasangan secara diam – diam. Ia
dieksekusi mati saat sang penguasa mengetahui pernikahan rahasia itu.”
Saat ia dipenjara, legenda menyebut bahwa pria asal Genoa
itu lantas jatuh cinta dengan putri orang yang memenjarakannya. Sebelum
dieksekusi secara sadis, ia membuat surat cinta pada sang kekasih. Yang ditutup
dengan kata, 'Dari Valentine-mu'.
Valentine yang lain adalah seorang pemuka agama di
Kekaisaran Romawi yang membantu orang-orang Kristen yang dianiaya pada masa
pemerintahan Claudius II. Saat dipenjara, ia mengembalikan penglihatan seorang
gadis yang buta -- yang kemudian jatuh cinta padanya. Valentine yang itu
dieksekusi penggal pada 14 Februari.
Yang ketiga adalah uskup yang saleh dari Terni, yang juga
disiksa dan diekselusi selama pemerintahan Claudius II, juga tanggal 14
Februari -- di tahun yang berbeda.
Lepas dari legenda, keterkaitan Santo Valentine dan cinta
baru muncul lama kemudian. Dalam puisi Geoffrey Chaucer, penyair Inggris dan
penulis buku terkenal, 'The Canterbury Tales'.
Demikian menurut Andy Kelly, seorang ahli bahasa Inggris dari University of California, Los Angeles,
yang menulis buku 'Chaucer dan Cult of St Valentine'.
Chaucer, menulis sebuah puisi berjudul Parliament of Fowls
(1382), untuk merayakan pertunangan Raja Richard II.
Dalam puisi itu, Hari Valentine dirayakan pada 3 Mei, bukan
14 Februari . "Itu adalah hari di mana semua burung memilih pasangannya
dalam setahun," kata Kelly. "Tak lama setelahnya, dalam satu
generasi, orang-orang mengambil ide untuk merayakan Valentine sebagai hari
kasih sayang."
Valentine yang menjadi referensi Chaucer mungkin adalah
Santo Valentine dari Genoa yang meninggal pada 3 Mei. Tetapi orang-orang pada
saat itu tidak begitu akrab dengan sosok itu.
Mereka lebih akrab dengan kisah Valentine dari Roma dan
Terni yang dieksekusi pada 14 Februari -- yang lantas dikaitkan dengan cinta.
Kisah Hari Valentine juga bisa ditelusuri dari era Romawi
Kuno, terkait kepercayaan paganisme. Tiap tanggal 13-15 Februari, warga Romawi
kuno merayakan Lupercalia. Upacara dimulai dengan pengorbanan dua ekor kambing
jantan dan seekor anjing.
Kemudian, pria setengah telanjang berlarian di jalanan,
mencambuk para gadis muda dengan tali yang terbuat dari kulit kambing yang baru
dikorbankan. Walaupun mungkin terdengar seperti semacam ritual sesat
sadomasokis, itu dilakukan orang-orang Romawi lakukan sampai tahun 496 Masehi.
Sebagai ritus pemurnian dan kesuburan.
"Upacara diyakini bisa membuat perempuan lebih
subur," kata Noel Lenski, sejawaran
dari University of Colorado, Boulder, seperti dimuat USA Today.
Puncak Lupercalia pada 15 Februari, di kaki Bukit Palatine,
di samping gua -- yang diyakini menjadi tempat serigala betina menyusui Romulus
and Remus -- pendiri kota Roma dalam mitologi Romawi.
Pada tahun 496, Paus Gelasius I melarang Lupercalia dan
menyatakan 14 Februari sebagai Hari Santo Valentine.
HARI VALENTINE MENURUT ISLAM
Seorang muslim tidak boleh
merayakan perayaan-perayaan orang kafir. Karena perayaan merupakan bagian dari
syariat yang harus terikat dengan ketentuan nash.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiah
rahimahullah berkata, "Hari-hari raya termasuk perkara syariat dan pedoman
yang yang Allah Ta'ala firmankan,
لِكُلٍّ
جَعَلْنَا مِنكُمْ شِرْعَةً وَمِنْهَاجًا (سورة
المائدة: 48)
“Untuk
tiap-tiap umat diantara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang.” SQ.
Al-Maidah: 48
Dia juga berfirman,
لِكُلِّ
أُمَّةٍ جَعَلْنَا مَنسَكًا هُمْ نَاسِكُوهُ
(سورة الحج: 67)
“Bagi
tiap-tiap umat telah Kami tetapkan syari'at tertentu yang mereka lakukan.” SQ.
Al-Hajj: 67
Seperti kiblat, shalat dan puasa.
Maka, tidak ada bedanya, jika mereka ikut serta dalam hari raya dengan ikut
serta dalam ritual lainnya. Karena setuju dengan seluruh hari raya mereka
mereka, berarti setuju dengan kekufuran, setuju dengan sebagian cabangnya,
berarti setuju dengan sebagian cabang kekufuran. Bahkan hari raya merupakan
kekhasan sebuah syariat dan syiarnya yang paling tampak. Menyutujuinya berarti
menyutujui syariat kekufuran yang paling khas dan paling tampak. Tidak
diragukan lagi bahwa menyetujui perkara ini, akan berujung kepada kekufuran
secara umum.
Pada dasarnya, minimal perkara
ini merupakan maksiat. Adanya kekhususan ini telah diisyaratkan oleh Nabi
shallallahu alaihi wa sallam dalam sabdanya,
إن
لكل قوم عيدا وإن
هذا عيدنا
"Setiap kaum memiliki Id,
dan ini adalah Id kita."
Bahkan masalah ini lebih buruk
dibanding partisipasi mereka dalam memakai pakaian khusus ahluzzimmah (warga
negara yang kafir) dan tanda-tanda lainnya. Karena ciri-ciri tersebut adalah
tambahan saja dan bukan bagian dari agama. Tujuan masalah ini adalah agar
seseorang memiliki perbedaan yang jelas antara muslim dan kafir. Adapun hari
raya orang kafir adalah merupakan bagian agama yang dilaknat dan juga para
pengikutnya. Maka menyetujuinya, berarti setuju dengan sesuatu yang menjadi
kekhasan mereka dan menjadi sebab turunnya kemurkaan Allah dan azabnya."
(Iqtidha Shirathal Mustaqim, 1/207)
Beliau (Syaikhul Islam Ibnu
Taimiah) rahimahullah berkata, "Tidak halal bagi seorang muslim untuk
menyerupai mereka (orang kafir) dalam perkara yang khusus hari raya mereka,
apakah dalam hal makanan, pakaian, mandi, menyalakan api, atau menghentikan
kebiasaan seperti pekerjaan atau ibadah atau lainnya. Tidak halal juga melakukan
resepsi, memberikan hadiah, menjual sesuatu yang dapat menolong mereka dalam
melakukan hal tersebut. Tidak membiarkan anak-anak dan semacamnya bersuka cita
dalam hari raya tersebut, tidak pula boleh menampakkan perhiasan.
Kesimpulannya, mereka tidak boleh
melakukan suatu syiar terkait hari raya yang khusus buat mereka. Hendaknya hari
raya mereka bagi kaum muslimin tak ubahnya seperti hari-hari lainnya, tidak
dikhususkan oleh kaum muslimin dengan sesuautu yang menjadi kekhasan
mereka." (Majmu Fatawa, 25/329)
Al-Hafiz Az-Zahabi rahimahullahu
berkata, "Jika kaum nashrani memiliki hari raya, dan Yahudi memiiki hari
raya yang khusus bagi mereka, maka seorang muslim tidak boleh berpartisipasi di
dalamnya, sebagaimana kaum muslimin tidak berpartisipasi dalam syariat dan
kiblat mereka." (Tasybihul Khasis Bi Ahlil Khamis, Majalah Al-Hikmah,
4/193)
Hadits yang diisyaratkan oleh
Syaikhul Islam Ibnu Taimiah, diriwayatkan oleh Bukhari (952) dan Muslim (892),
dari Aisyah radhiallahu anha, dia berkata, "Aisyah radhiallahu anha
berkata, 'Abu Bakar datang dan di hadapan saya ada dua anak gadis budak yang
sedang berdendang dengan lagu yang biasa didendangkan kalangan Anshar pada
perang Bu'ats.' Aisyah berkata, 'Keduanya bukan penyanyi.' Maka Abu Bakar
berkata, 'Apakah layak ada seruling setan di rumah Rasulullah shallallahu
alaihi wa sallam?' Maka Rasulullah shallalalhu alaih wa sallam bersabda,
يَا
أَبَا بَكْرٍ إِنَّ لِكُلِّ
قَوْمٍ عِيدًا وَهَذَا عِيدُنَا
"Wahai Abu Bakar,
sesungguhnya bagi setiap kaum ada hari rayanya, dan hari ini adalah hari raya
kita."
Abu Daud (1134) meriwayatkan dari
Anas radhiallahu anhu, dia berkata, "Rasulullah shallallahu alaihi wa
sallam datang ke Madinah. Mereka memiliki dua hari untuk melakukan permainan.
Beliau bertanya, 'Apa dua hari ini?' Mereka berkata, "Kami melakukan
permainan pada kedua hari ini pada masa jahiliah.' Maka Rasulullah shallallahu
alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ
اللَّهَ قَدْ أَبْدَلَكُمْ بِهِمَا
خَيْرًا مِنْهُمَا : يَوْمَ الأَضْحَى ،
وَيَوْمَ الْفِطْرِ
"Sesungguhnya telah
menggantikan untuk kalian dua hari raya yang lebih baik dari kedua hari itu;
Idul Adha dan Idul Fithri." (Hadits ini dishahihkan oleh Al-Albany dalam
Shahih Abu Daud)
Hal ini menunjukkan bahwa Id
memiliki kekhususan yang menjadi keistimewaan setiap umat dan bahwa tidak
dibolehkan merayakan hari raya orang-orang jahiliah dan orang-orang musyrik.
Sejumlah ulama telah berfatwa
haramnya merayakan hari Valentine, di
antaranya;
1. Syekh Ibnu Utsaimin rahimahullah pernah
ditanya sebagai berikut; "Belakangan ini ramai dilaksanakan perayaan hari
Valentine, khususnya di kalangan mahasiswi. Dia merupakan perayaan orang-orang
Nashrani. Pakaian seluruhnya berwarna pink; Baju dan sepatu. Lalu mereka saling
bertukar bunga warna merah. Kami mohon anda menjelaskan hukum merayakan
perayaan seperti ini dan apa nasehat anda kepada kaum muslimin terhadap
perkara-perkara seperti ini. Semoga Allah menjaga dan memelihara anda.
Beliau menjawab, "Merayakan
hari Valentine tidak boleh karena beberapa sebab;
Pertama: Dia adalah perayaan
bid'ah yang tidak ada landasannya dalam syariat.
Kedua: Dia mengajak perbuatan
cinta dan asmara.
Ketiga: Dia mengajak orang untuk
menyibukkan diri dengan perbuatan rendah yang bertentangan dengan petunjuk kaum
salaf radhiallahu anhum (yang mengajak perbuatan bermanfaat).
Maka tidak halal bagi mereka pada
hari seperti ini menghidupkan seremonial Id seperti makanan, minuman, saling
memberi hadiah dan selainnya.
Hendaknya setiap muslim memiliki
kebanggaan terhadap agamanya dan jangan bersifat plin plan mengikuti arus. Aku
mohon kepada Allah Ta'ala semoga kaum muslimin dilindungi dari segala fitnah,
yang tampak maupun tersembunya. Dan agar kita selalu berada di bawah
perlindungan dan taufiqnya." (Majmu Fatawa Syaikhul Islam Ibnu Utsaimin,
16/199)
2. Lajnah Daimah ditanya, "Sebagian
masyarakat pada tanggal 14 Februari, 2/14 setiap tahun masehi merayakan hari
Valentine (Valentine Day). Mereka saling memberi hadiah bunga, memakai pakaian
merah dan mengucapkan selamat satu sama lain. Di sebagian kios juga dijual
gula-gula berwarna merah dan digambar hati, bahkan ada sebagian kios membuat
iklan barangnya dengan mengkhususkan hari ini. Apa pendapat anda;
Pertama: Merayakan hari ini?
Kedua: Membeli barang dari tempat
tersebut.
Ketiga: Penjual (yang tidak ikut
merayakan perayaan tersebut) menjual barang-barang yang akan mereka jadikan
sebagai barang yang akan dihadiahkan pada hari tersebut.
Mereka menjawab, "Dalil yang
tegas dalam Al-Quran dan Sunah menunjukkan, dan inilah yang menjadi ijmak
salafushaleh, bahwa hari Id dalam Islam hanya ada dua saja; yaitu Idul Fithri
dan Idul Adha. Selain keduanya, baik yang terkait dengan individu, kelompok,
suatu peristiwa atau atas nama apapun jua, maka dia merupakan Id yang bid'ah,
tidak boleh bagi orang Islam untuk melakukannya, menyetujuinya, menampakkan
kegembiraan dengannya serta menolongnya sedikitpun. Karena hal itu merupakan
sikap melampaui batas Allah dan siapa yang melampaui batas batasan-batasan
Allah, maka dia telah menzalimi dirinya sendiri. Jika hari raya yang di
ada-adakan itu ternyata juga merupakan hari raya orang kafir, maka itu adalah
dosa di atas dosa, karena di dalamnya terdapat sikap menyerupai mereka dan
termasuk bentuk wala (patuh) kepada mereka sedangkan Allah telah melarang kaum
muslimin menyerupai mereka dan taat kepada mereka dalam kitabnya yang mulia.
Terdapat riwayat shahih dari Nabi
shallallahu alaihi wa sallam, beliau bersabda,
من
تشبه بقوم فهو منهم
"Siapa yang menyerupai suatu
kaum, maka dia termasuk bagian mereka."
Hari Valentin termasuk yang telah
disebutkan di atas, karena dia asalnya merupakan hari raya penyembah berhala di
kalangan Nashrani. Maka tidak halal bagi orang yang beriman kepada Allah dan
hari akhir merayakannya, atau menyetujuinya, atau mengucapkan selamat. Tapi
yang wajib adalah meninggalkannya dan menjauhinya sebagai bentuk mentaati
seruan Allah dan RasulNya serta menjauh
dari sebab-sebab murka Allah dan azabNya. Sebagaimana diharamkan bagi seorang
muslim untuk memberikan bantuan pelasanaan hari raya mereka atau
perayaan-perayaan lainnya yang diharamkan dalam bentuk apapun, apakah dengan
makanan, minuman, menjual,membeli, membuatkan sesuatu, surat menyurat, iklan
atau selainnya. Karena semua itu merupakan bentuk saling tolong menolong dari
dosa dan permusuhan dan bermaksiat kepada Allah dan RasulNya. Allah Ta'ala
berfirman,
وَتَعَاوَنُواْ
عَلَى الْبرِّ وَالتَّقْوَى وَلاَ
تَعَاوَنُواْ عَلَى الإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ
وَاتَّقُواْ اللّهَ إِنَّ اللّهَ
شَدِيدُ الْعِقَابِ (سورة المائدة: 2)
“Dan
tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan
tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada
Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya.” SQ. Al-Maidah: 2
Wajib bagi setiap muslim berpegang
teguh dengan Al-Quran dan Sunah dalam semua kondisi, khususnya saat banyak
terjadi fitnah dan kerusakan. Hendaknya dia cerdas dan waspada agar tidak
terjerumus dalam kesesatan yang dimurkai serta kesesatan dan kefasikan, yaitu
mereka yang tidak berharap kemuliaan dari Allah dan tidak memiliki harga diri
dalam Islam. Setiap muslim hendaknya kembali kepada Allah Ta'ala dengan selalu
memohon hidayah, keteguhan, karena sesungguhnya tidak ada yang dapat memberi
hidayah kecuali Allah dan tidak ada yang meneguhkan kecuali Dia."
3. Syekh Ibnu Jibrin hafizahullah ditanya,
"Kini dikalangan muda mudi kami banyak yang merayakan hari Valentin.
Valentin adalah nama seorang pastor yang diagungkan oleh orang Nashrani. Mereka
merayakannya setiap tanggal 14 Februari, saling tukar menukar hadiah dan bunga
merah. Mereka mengenakan pakaian merah. Apa hukum merayakannya dan saling
memberi hadiah padahari itu seta meramaikan hari tersebut?
Beliau menjawab;
Pertama: Tidak boleh merayakan
perayaan-perayaan bid'ah seperti itu, karena dia merupakan bid'ah yang
diada-adakan dan tidak ada landasannya dalam syariat. Maka dia termasuk dalam
hadits Aisyah radhiallahu anha, sesungguhnya Nabi shallallahu alaihi wa
sallambersabda,
من
أحدث في أمرنا هذا
ما ليس منه فهو
رد
"Siapa yang mengada-adakan
sesuatu yang baru dalam ajaran (agama) kami, maka dia tertolak."
Maksudnya adalah tertolak dari
orang yang mengadakannya.
Kedua:
Di dalamnya terdapat tindakan
menyerupai orang-orang kafir dan taklid serta mengagungkan mereka menghormati
hari-hari raya mereka dan moment-moment khusus mereka serta menyerupai mereka
dalam hal yang menjadi kekhususan dalam agama mereka. Disebutkan dalam hadits,
من
تشبه بقوم فهو منهم
"Siapa yang menyerupai suatu
kaum, maka dia termasuk golongan mereka."
Sumber :
Komentar
Posting Komentar